Trump berencana mengirim hingga 9.000 imigran tanpa dokumen ke fasilitas penahanan milik Amerika Serikat di Teluk Guantanamo mulai besok
Jakarta – Pemerintahan Presiden Donald Trump berencana mengirim hingga 9.000 imigran tanpa dokumen ke fasilitas penahanan milik Amerika Serikat di Teluk Guantanamo, Kuba, secepatnya dalam pekan ini. Hal ini dilaporkan The Washington Post dan Politico pada Selasa.
Sejumlah pejabat kepada kedua media tersebut menyatakan para imigran ilegal yang dipertimbangkan untuk dipindahkan ke Guantanamo berasal dari berbagai negara, termasuk Belgia, Inggris, Prancis, Jerman, Haiti, Irlandia, Lituania, Belanda, Polandia, Turki, dan Ukraina.
Sejak Februari, AS telah menahan sekitar 500 migran di Penjara Guantanamo. Namun, sumber yang mengetahui rencana pemindahan itu menyatakan bahwa fasilitas tersebut kini sedang dipersiapkan untuk pemeriksaan kesehatan terhadap 9.000 orang guna memastikan apakah mereka layak dipindahkan ke sana.
Penjara Guantanamo dikenal luas karena sejarah kontroversial tempat tersebut sejak tragedi serangan 11 September 2001. Saat itu, Guantanamo menjadi lokasi penahanan banyak tersangka teroris yang ditangkap oleh militer AS meski kebanyakan dari tahanan belum tentu bersalah.
Pada Januari lalu, Presiden Trump mengumumkan rencana untuk memanfaatkan Guantanamo dalam menampung hingga 30.000 imigran ilegal. Pemindahan dapat dimulai secepatnya pada Rabu 12 Juni 2025, dengan tujuan agar para tahanan ditampung sementara sebelum akhirnya dideportasi ke negara asal masing-masing.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya keras Presiden Trump untuk menekan imigran ilegal, termasuk melalui razia besar-besaran oleh Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE) guna meningkatkan jumlah penangkapan dan deportasi imigran tanpa dokumen.
“Di bawah kepemimpinan Presiden Trump, kami menargetkan setidaknya 3.000 penangkapan oleh ICE setiap harinya,” kata Wakil Kepala Staf Gedung Putih Stephen Miller kepada Fox News bulan lalu seperti dilansir Anadolu. Ia menambahkan bahwa pemerintahan Trump berencana untuk terus meningkatkan jumlah tersebut.
Alasan resmi pemindahan itu adalah untuk mengosongkan kapasitas tempat tidur di pusat-pusat penahanan di daratan utama AS.
Dokumen yang diperoleh Politico dan The Washington Post juga menyebutkan bahwa Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) mungkin tidak akan memberi tahu negara asal para migran sebelum mereka dipindahkan ke Guantanamo.
Mayoritas para migran yang akan dipindahkan berasal dari negara-negara sekutu dan mitra Eropa, yang menimbulkan kekhawatiran di kalangan diplomat AS.
Sekitar 800 warga Eropa — termasuk satu warga Austria, 100 warga Rumania, dan 170 warga Rusia — sedang dipertimbangkan untuk pemindahan tersebut, menurut salah satu dokumen.
Beberapa pejabat Kementerian Luar Negeri AS yang menangani urusan Eropa bahkan dilaporkan tengah berusaha membujuk DHS untuk membatalkan rencana tersebut.
“Pesannya jelas: membuat orang terkejut dan ketakutan,” ujar salah satu pejabat Kementerian Luar Negeri kepada Politico. “Tapi kita ini sekutu.”
Sementara itu, American Civil Liberties Union (ACLU) telah mengajukan gugatan hukum untuk mencegah pemerintah memindahkan para tahanan ke Guantanamo. Kasus ini masih dalam proses hukum.
Gugatan class action federal yang tertunda di Washington mengindikasikan bahwa saat ini ada sekitar 70 tahanan imigran yang ditahan di sana dan menghadapi kondisi “hukuman”, seperti makanan yang tidak mencukupi, pakaian yang diganti setiap minggu, dan serangan tikus.
“Pemerintah tidak mengidentifikasi tujuan yang sah yang dicapai dengan menahan tahanan imigran di Guantanamo, alih-alih di fasilitas penahanan di dalam Amerika Serikat,” kata pengacara ACLU dalam gugatan tersebut.
“Sebaliknya, para terdakwa menggunakan ancaman penahanan di Guantanamo untuk menakut-nakuti imigran, menghalangi migrasi di masa mendatang, mendorong deportasi diri, dan memaksa orang-orang yang ditahan untuk melepaskan klaim terhadap deportasi dan menerima deportasi di tempat lain.”
Kasus ini tertunda oleh Hakim Distrik AS Carl Nichols, yang ditunjuk oleh Presiden Donald Trump.